Trend Peningkatan di Sektor Properti, yang terus naik sejak Kwartal I tahun 2019, harus merosot turun di Kwartal I tahun 2020, akibat dampak Pandemi Virus Corona atau Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Trend Harga, Penjualan dan Suplai di Sektor Properti, sangat menentukan gambaran kondisi bisnis properti secara nasional. Ketiga hal tersebut menunjukkan penurunan yang sangat tajam di beberapa daerah, meskipun di Jawa Barat dan Banten masih menunjukkan kenaikan Trend Harga di Kwartal I tahun 2020.

Pada Kwartal I 2020 HARGA PROPERTI, secara nasional sempat mengalami kenaikan. Naik sebesar 0,4% dibandingkan Kwartal akhir 2019. Dan naik 6% dibandingkan Kwartal yang sama tahun 2019. Kenaikan ini karena terbantu oleh kenaika Harga di jenis properti Rumah Tapak, meskipun secara umum di jenis-jenis properti lainnya mengalami penurunan. Harga Rumah Tapak, naik sebesar 8% pada Kwartal I 2020 dibandingkan periode yang sama di Tahun 2019 (YoY).

Di Jawa Barat dan Banten, Harga Properti masih stabil dan mengalami kenaikan di Kwartal I 2020. Di Jawa Barat Kwartal I 2020 kenaikannya sebesar 3,3% di dibandingkan Kwartal IV 2019 (QoQ) , dan naik sebesar 7,5% dibandingkan Kwartal yg sama Tahun 2019 (YoY). Di Banten naik sebesar 0,60% (QoQ).

Namun, sektor Properti di Jakarta dan Jatim mengalami penurunan sebesar 1,4% untuk Jakarta dan 5,14% untuk Jatim, jika dibandingkan Kwartal akhir 2019. Kenaikan di Jawa Barat, juga terdorong oleh Kenaikan Harga Rumah Tapak di wilayah tersebut sebesar 4% (QoQ) dan 6,7% (YoY)

Kenaikan Harga di Jawa Barat Kwartal I 2020

Di tengah pandemi covid-19 ini memang memunculkan banyak sekali penurunan ekonomi di beberapa sektor bisnis. Hal ini memicu munculnya beberapa Kebijakan Pemerintah yang mampu mendorong Kenaikan Harga Rumah Tapak, baik secara Nasional maupun di Jawa Barat.

Namun, kenaikan Harga yang terlihat menjanjikan bagi suplier perumahan, ternyata tidak diikuti dengan peningkatan Penjualan. Di Wilayah Jabodetabek dan Banten penurunan penjualan mencapai 50,1%. Penurunan penjualan paling tajam di Bekasi sebesar 56 %, kemudian diikuti Bogor 55,3%, Depok 50,9% dan Cilegon 27,2%.

Dari sisi segmentasi pasar, penurunan paling drastis terjadi pada segmen Rumah dengan Harga di bawah 300 juta. Dibandingkan Kwartal IV 2019, penurunan penjualan Kwartal I 2020 sebesar 62,5 % (QoQ). Jika dibandingkan Kwartal yang sama tahun sebelumnya penurunan di Kwartal I 2020 sebesar 68,8 % (YoY). Untuk Segmen Harga di atas 1M Investor.penurunannya sebesar 46,0 % (QoQ) dan 36,4 % (YoY).

Dampak Pandemi Covid-19 pada Penurunan Segmen Harga

Penurunan yang terjadi di Segmen Harga di bawah 300 juta, sebagai dampak Pandemik Covid-19, karena buyer utk properti ini, merupakan mereka yang sangat rentan, terutama dengan banyaknya gelombang PHK dan penurunan penghasilan karena kesempatan usaha yang makin terbatas.

Imbasnya, akan melemahkan daya beli buyer di segmen ini, terutama untuk sektor properti. Alasan lainnya, karena kebanyakan buyer untuk segmen ini didominasi oleh end-user, bukan untuk Investasi. Berbeda dengan segment property Harga di atas 1 Milyar yang kebanyakan buyernya adalah Investor. Meskipun untuk segment yang terakhir ini juga sangat terpengaruh oleh Pandemic Covid-19 karena turunnya pertumbuhan dan terjadinya perlambatan ekonomi.

Dengan demikian, apa yang sebenarnya terjadi dengan pasar properti dan kondisi pasar selanjutnya?

Pasar saat ini sedang dalam kondisi “menunggu” baik buyer maupun suplier. Demand di pihak buyer, bukannya kehilangan minat untuk membeli atau berinvestasi di bidang properti, dan pihak pengembang selaku suplier pasar juga bukannya tidak memiliki modal atau bermaksud memindahkan investasinya di sektor lain, tetapi kedua pihak dalam.posisi saling menunggu hingga situasi menjadi “aman” dan mampu “menyelamatkan” posisi keuangan mereka. Ini juga bergantung kepada pemerintah dan stimulus terhadap bisnis properti.

Dalam “masa penantian” ini, tentunya masih ada harapan di masa pasca pandemik nantinya sektor properti akan bangkit kembali. Bagi “buyer” segmen menengah atas, yang didominasi oleh para investor, tujuan utama melakukan pembelian properti adalah sebagai aset investasi. Di saat Pandemic ini tentunya mereka akan berusaha penuh untuk “menyelamatkan keuangan” mereka dan menjaga “cash flow”.

Pilihan investasi mereka untuk saat ini tentu saja adalah asset-asset “safe heaven”. Di segment ini, karena menahan diri hanya bersifat sementara, tentunya tidak perlu dikhawatirkan lagi bahwa ” buyer” akan kembali berinvestasi di sektor properti, setelah berakhirnya pandemik virus corona dan perekonomian kembali pulih.

“Buyer” di segment menengah bawah, yang didominasi oleh “end user” dan bukan investor, juga bisa menjadi harapan bagi “suplier” untuk segera pulihnya kondisi sektor properti setelah berakhirnya pandemik virus corona. “Buyer” di segment ini terbantu dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut antara lain berupa stimulus dari pemerintah untuk menambah kuota rumah subsidi.

Subsidi ini akan direalisasikan pada April 2020 dengan mengaktifkan kembali program Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk KPR bagi masyarakat berpenghasilan rendah, setelah sebelumnya ada subsidi FLPP (Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan). Pemerintah telah menyiapkan gelontoran dana subsidi sebesar Rp1,5 triliun untuk mempermudah masyarakat di segment ini membeli rumah.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut, dan gelontoran dana pemerintah melalui kebijakan subsidinya, diharapkan bisa meyakinkan “buyer” maupun pengembang selaku “suplier” yang masih dalam “masa penantian”, untuk sama-sama yakin akan momentum pertumbuhan di sektor perumahan bisa kembali pulih, setelah merosot akibat Pandemik Covid-19.

Penulis

Andika Pujangkoro

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Konsultasi Sekarang !