Di tengah geliat industri perhotelan budget di Asia Tenggara, dua nama besar terus bersaing ketat: OYO dan RedDoorz. Keduanya sama-sama mengusung model asset-light dengan menggandeng properti independen, lalu melakukan rebranding dan digitalisasi layanan. Namun, di balik kesamaan itu, strategi manajemen yang mereka terapkan sangat berbeda. Mari kita bedah lebih dalam.
1. Model Bisnis dan Strategi Akuisisi Mitra
🟥 RedDoorz: Fokus pada Konsistensi Kualitas
RedDoorz mengedepankan kontrol mutu dan standarisasi layanan. Mereka menjalankan pelatihan staf hotel, menyediakan linen standar, hingga sistem pemesanan terintegrasi. RedDoorz cenderung lebih selektif saat menggandeng properti, untuk memastikan setiap hotel memenuhi standar minimum.
Pendekatan ini membuat RedDoorz punya citra yang lebih konsisten di mata pengguna—khususnya kelas menengah yang mencari kenyamanan tapi dengan harga terjangkau.
🟧 OYO: Agresif & Kuantitatif
Sementara OYO cenderung agresif dalam ekspansi. Mereka cepat dalam mengakuisisi properti, bahkan sering kali dalam skala besar. OYO menggunakan teknologi untuk mempercepat proses onboarding mitra dan fokus pada kuantitas listing demi mendominasi pasar.
Namun, strategi ini juga menghadirkan tantangan besar dalam hal pengawasan kualitas dan kepuasan pelanggan, terutama di negara-negara seperti India dan Indonesia.
2. Strategi Teknologi dan Operasional
🟥 RedDoorz: Tech-Enabled, Not Tech-Driven
RedDoorz memosisikan teknologi sebagai pendukung, bukan penggerak utama. Mereka menitikberatkan pada efisiensi operasional melalui sistem pemesanan, CRM, dan pelatihan staf mitra hotel secara berkala.
Dengan pendekatan ini, mereka cenderung lambat tapi stabil. Tim manajemen lebih banyak turun langsung dalam pengawasan mutu dan hubungan dengan mitra.
🟧 OYO: Tech-First Company
OYO dikenal sebagai perusahaan berbasis teknologi yang sangat agresif. Sistem pemesanan, dynamic pricing, inventori, hingga audit kualitas dilakukan dengan platform internal yang terintegrasi. Bahkan beberapa sistem mereka berbasis AI.
OYO percaya bahwa teknologi dapat menyelesaikan sebagian besar masalah operasional, meskipun dalam praktiknya sering menemui kendala ketika harus berhadapan dengan realitas di lapangan.
3. Strategi Revenue Sharing dan Manajemen Keuangan
🟥 RedDoorz: Revenue Sharing Berbasis Kinerja
RedDoorz menggunakan skema bagi hasil dengan mitra hotel yang fleksibel, disesuaikan dengan performa okupansi. Mereka juga sering memberikan pelatihan strategi pricing kepada mitra agar harga tetap kompetitif namun tetap menguntungkan kedua belah pihak.
Transparansi pembayaran menjadi salah satu nilai jual RedDoorz kepada mitra bisnis, dan menjadi alasan banyak properti loyal bertahan dalam jaringan mereka.
🟧 OYO: Fixed Minimum Guarantee (dulu), Kini Lebih Fleksibel
OYO sempat menggunakan skema minimum guarantee, di mana mereka menjanjikan pendapatan tetap bagi mitra hotel. Sayangnya, strategi ini membuat beban operasional membengkak dan tidak semua mitra mampu memenuhi ekspektasi okupansi.
Belakangan OYO mengubah pendekatan menjadi revenue sharing yang lebih fleksibel, tapi beberapa eks-mitra di Indonesia masih mengeluhkan kurangnya transparansi dan lambatnya proses pembayaran.
4. Pendekatan SDM dan Mitra
RedDoorz mengedepankan pendekatan kolaboratif. Mereka memiliki tim di lapangan yang secara rutin mendampingi mitra hotel untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan pelanggan. Ini membentuk hubungan jangka panjang dan mengurangi tingkat churn mitra.
Sebaliknya, OYO dikenal dengan pendekatan top-down dan berbasis target kuantitatif. Manajemen pusat membuat keputusan besar, sementara tim di lapangan lebih berperan sebagai eksekutor. Ini membuat OYO lebih cepat dalam ekspansi, tapi juga rawan konflik internal dan dengan mitra.
Dua Jalan, Dua Risiko
OYO dan RedDoorz sama-sama berupaya merevolusi industri penginapan murah dengan teknologi dan efisiensi. Namun, OYO tampil sebagai pemain agresif dengan pendekatan kuantitatif dan teknologi sebagai tulang punggung, sementara RedDoorz lebih berhati-hati, menekankan konsistensi kualitas dan hubungan jangka panjang dengan mitra.
Di tengah naik-turunnya industri travel dan properti pasca-pandemi, keberlanjutan strategi manajemen keduanya akan ditentukan oleh bagaimana mereka menyeimbangkan skala, kualitas, dan kepercayaan mitra.
No responses yet